MIMBAR DAKWAH
6 Persimpangan
Sementara iblis terkutuk mengajakmu meninggalkan agama, jiwa mengajakmu ke arah maksiat, nafsu mengajakmu memenuhi syahwat, dunia mengajakmu supaya memilihnya dari akhirat dan anggota tubuh menagajakmu melakukan dosa. Dan Tuhan mengajakmu masuk Syurga serta mendapat keampunan-Nya, sebagaimana firmannya yang bermaksud, "....Dan Allah mengajak ke Syurga serta menuju keampunan-Nya..."
Siapa yang memenuhi ajakan iblis, maka hilang agama dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan jiwa, maka hilang darinya nilai nyawanya.
Siapa yang memenuhi ajakan nafsunya, maka hilanglah akal dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan dunia, maka hilang akhirat dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan anggota tubuhnya, maka hilang syurga dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan Allah S.W.T., maka hilang dari dirinya semua kejahatan dan ia memperolehi semua kebaikan.
Iblis adalah musuh manusia, sementara manusia adalah sasaran iblis. Oleh itu, manusia hendaklah senantiasa waspada sebab iblis senantiasa melihat tepat pada sasarannya.
Sumber: eramuslim
Ada Apa Dengan Kita?
Tetapi saudaraku, tak sedikitpun keresahan dalam hati saat kita melakukan perbuatan yang melanggar perintah Allah, kita masih merasa tenang meski terlalu sering melalaikan sholat, kita masih berdiri tegak dan sombong meski tak sedikitpun infak dan shodaqoh tersisihkan dari harta kita, meski disekeliling kita anak-anak yatim menangis menahan lapar. Saudaraku, ada apa dengan kita?
Saudaraku, kata-kata kotor dan dampratan seketika keluar tatkala sebuah mobil yang melaju kencang menciprati pakaian bersih kita. Enggan dan malu kita menggunakan pakaian yang terkena noda tinta meski setitik dan kita akan tanggalkan pakaian-pakaian yang robek, bolong dan menggantinya dengan yang baru.
Tetapi saudaraku, kita tak pernah ambil pusing dengan tumpukan dosa yang mengotori tubuh ini, kita tak pernah merasa malu berjalan meski wajah kita penuh noda kenistaan, kita pun tak pernah tahu bahwa titik-titik hitam terus menyerang hati ini hingga saatnya hati kita begitu pekat, dan kitapun tak pernah mencoba memperbaharuinya. Saudaraku, ada apa dengan kita?
Saudaraku, kita merasa tidak dihormati saat teguran dan sapaan kita tidak didengarkan, hati ini begitu sakit jika orang lain mengindahkan panggilan kita, terkadang kita kecewa saat orang lain tidak mengenali kita meski kita seorang pejabat, pengusahan, kepala pemerintahan, tokoh masyarakat bahkan orang terpandang, kita sangat khawatir kalau-kalau orang membenci kita, dan berat rasanya saat orang-orang meninggalkan kita.
Tetapi juga saudaraku, tidak jarang kita abaikan nasihat orang, begitu sering kita tak mempedulikan panggilan adzan, tak bergetar hati ini saat lantunan ayat-ayat Allah terdengar ditelinga. Dengan segala kealpaan dan kekhilafan, kita tak pernah takut jika Allah Yang Maha Menguasai segalanya membenci kita dan memalingkan wajah-Nya, kita pun tak pernah mau tahu, Baginda Rasulullah mengenali kita atau tidak di Padang Masyhar nanti. Kita juga, tak peduli melihat diri ini jauh dari kumpulan orang-orang sholeh dan beriman.
Saudaraku, tanyakan dalam hati kita masing-masing, ada apa dengan kita?
Wallahu a'lam bishshowaab
Sumber: eramuslim
Aku dan Rabbku
Imam Al Ghazali dalam risalahnya Al Asma Al Husna menuliskan kecintaan kepada Allah bisa ditingkatkan dengan tiga cara ; (i) mengingatnya (ii) mempercayainya (iii) mempertahankannya. Begitu pula Pak Ary Ginanjar dalam bukunya “Rahasia membangun kecerdasan Emosional dan Spiritual” beliau menulis bahwa seorang hamba bisa menjadi manusia yang luar biasa jika mau meneladani sifat-sifat Allah dengan cara mengingat-ingatnya dan meneladani sifat-sifat-Nya.
Sesungguhnya antara hamba dengan Rabbnya ada 2 panghalang ; (i) ilmu dan (ii) ego (Aku).
Perasaan jenuh, bosen, mandek atau tidak ada peningkatan terkadang datang pula, tapi ingat pesan “yang mencari akan menemukan” ada secercah harapan untuk mencari lagi, baik itu dari buku, artikel baik itu di majalah atau di internet, seminar , maupun taklim - apa saja. Alhamdulillah masih ada rasa haus yang belum terpuaskan dengan minuman yang standard. Mencoba untuk flash back ke zaman para sahabat yang memiliki tingkat keimanan yang mempesona dan berdecak kagum setiap kali membaca kisahnya, sudah tentu pengetahuan mereka tentang surga, neraka, negri akhirat dan segala sesuatu yang terjadi didalamnya berbeda dengan pengetahuan saya dan itu mungkin yang membuat tingkat keimanan saya seolah tak bergerak.
Ego, Aku “barang siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya dan barang siapa yang mengenal dirinya maka tidak ada waktu untuk mencari kesalahan orang lain”. Ada perasaan aneh menghampiri ketika mencoba berlama-lama bercermin. sudah berapa jauh saya mengenal diri saya dengan baik dan sudah berapa lama saya menyadari begitu sangat rentannya melakukan kesalahan setiap detik.
Menjadi milik-Nya bukan sebaliknya menjadikan Allah sebagai milik saya dan mengikuti semua keinginaan saya – Naudzubillahiminzalik, kebodohan apalagi yang saya lakukan berlarut-larut. STOP. “Ya Rabb biarkan aku menjadi milik-Mu selamanya…menyatu bersama-Mu, biarkan jiwa ini terbakar oleh cahaya-Mu..cinta-Mu”.
Teringat kembali firman Allah SWT “Sesungguhnya Aku mengikuti perasaan hamba-Ku terhadap-Ku” kenapa tidak saya coba untuk mengatakan ke diri saya sendiri dengan menggunakan 3 metode dari imam Al Ghazali diatas : “saya selalu bersamaMu ya Allah” (bukannya saya ingin bersamaMu), “saya selalu mencintaiMu ya Rabb” (bukannya saya ingin mencintai-Mu), “saya selalu merindukan-Mu ya Tuhanku”. Ada perasaan puas yang mengalir, seolah-olah sesuatu yang sudah tercapai dan tinggal menikmati saja perjalanan hidup bersama Al Malik, Al Aziz. Perasaan tenang, aman, damai, bahagia yang selama ini dicaripun mulai rajin menjenguk orang pesakitan seperti saya.
WaLlahua'lam bi shawab.
Sumber: eramuslim
Aku Menyaksikan Tangismu
Dia menelungkup, membenamkan wajahnya pada kedua tangan yang dilipat di atas meja, kemudian menangis tanpa suara. Sesaat hening, samar-samar Raihan bersenandung puji-pujian melalui speaker komputer. Kami bertiga duduk berhadapan dalam sebuah laboratorium kedap suara.“Kapan kejadiannya?” tanyaku setengah berbisik. Dia mengangkat wajah dan menerima selembar tissue yang disodorkan ikhwan. “Kamis malam” katanya pendek. Bagaimana mungkin? Kemarin dia terlihat ceria seperti biasanya, alangkah pandainya dia menutupi semua kesedihannya, kataku dalam hati.
“Lalu apa yang terjadi?” ikhwan bertanya. “Aku menahan tangan ayah yang sudah mengangkat meja, aku tidak mungkin membiarkan Ibu dipukuli meja kayu.” jawabnya “Kejadiannya cepat, dan aku hilang kontrol, aku tidak bisa menahan diri seperti biasanya, aku akan memukul Ayah, tapi adikku menghalangi Kami, dan menjerit-jerit.” lanjutnya. “Aku ditarik Ibu masuk kamar, Kami berdua mengunci pintu, Ibu menggigil ketakutan, Ayah menggedor-gedor pintu, berteriak-teriak memaki, kemudian berusaha mendobrak masuk., tapi tidak berhasil”.
Dia menghela napas “Ayah mulai memecahkan kaca-kaca, bahkan kaca di atas pintu kamar, pecahannya jatuh menancap hanya satu senti dari tanganku. Ayah lalu berteriak-teriak dan mengancam akan membakar rumah.”
“Apa?” aku dan ikhwan berseru kaget. “Ya, tapi alhamdulillah tiba-tiba nenek datang, beliau langsung menjerit-jerit karena ternyata adikku pingsan, jadi perhatian Ayah langsung teralihkan. Aku dan Ibu akhirnya keluar setelah nenek mengetuk pintu.” Jawabnya, “Tentu saja ayah menyalahkanku karena kejadian ini, dia memaki aku di hadapan saudara-saudaraku yang datang kemudian. Akhirnya adikku siuman jam 6 pagi. Aku pergi kerja setelah didesak Ibu, aku sempat berpesan pada Ibu untuk pergi dari rumah kalau Ayah berusaha menyakitinya lagi”.
“Apa Ayahmu melakukannya lagi?” Tanya ikhwan “Tidak, kemarin dia pergi, entah kemana, mungkin berjudi lagi, Ayah baru pulang larut malam.” Katanya “Ugh menyebalkan” kataku tanpa sadar, “Mestinya Ayahmu diadukan ke Asosiasi Pembelaan Perempuan, biar dipenjara.”“Yaaa mesalahnya keadaan tidak sesederhana itu kan..” kata ikhwan. Tiba-tiba dia tersenyum, lalu bangkit “Terima kasih ya kalian sudah mendengarkan, terima kasih.” sebelum melangkah ke luar ruangan dia berkata, “ Semoga suatu saat keadaan membaik.”
Aku dan Ikhwan termenung.
Aku memandang gerimis lewat kaca jendela kamar, mengingat kejadian tadi siang. Baru pertama kali aku menyaksikan ia menangis setelah 2 tahun aku berteman dengannya. Aku tidak pernah menyangka bahwa masalah yang ia hadapi begitu berat, sampai ia memutuskan untuk menceritakannya pada diriku dan Ikhwan. Kami bertiga bersahabat baik, hampir sebaya. Tiba-tiba aku menangis, air mataku jatuh satu-satu…
Kata-katanya tadi siang masih terngiang :
Ayahku pemarah.Ayahku dulu sering selingkuh. Sekarang tidak, tapi dia suka berjudi. Dia sering memaki Ibu. Dia sering menyakiti Ibu. Padahal Ibu lah yang bekerja keras. Padahal aku yang membiayai adikku sekolah. Tapi Ayah tetap tidak perduli. Dia tetap menyakiti kami. Dan Ayah mengancam Ibu..
Dia tidak sanggup lagi berkata…lalu dia menangis….dan aku menyaksikan tangisnya..
Sekarang aku mengerti….mengapa dia melewatkan begitu banyak kesempatan kerja di luar kota, padahal gaji yang akan diperoleh lebih dari apa yang telah dia dapatkan di perusahaan tempat kami bekerja… karena dia tidak mungkin meninggalkan Ibunya, dan belum mampu membawa serta Ibunya dengan kondisi keuangan seperti saat ini. Sekarang aku mengerti…mengapa dia menunda untuk menikah, karena saat ini dia hanya ingin mencintai Ibunya..Ibunya yang sudah sebatang kara dan sering disakiti Ayahnya…
Sekarang aku mengerti....mengapa dia begitu peka terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang Ibu..
Sekarang aku mengerti…dia telah mengorbankan semuanya….Untuk melindungi dan memuliakan Ibunya..
Aku teringat jawaban Rasulullah saw saat seorang sahabat bertanya tentang orang yang mesti dimuliakan..”Ibumu..ibumu…ibumu…, setelah itu baru Ayahmu..”
Di luar, gerimis telah menjadi hujan lebat…